PROGRAM
KELUARGA BERENCANA
A. Pendahuluan
Keluarga berencana adalah usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal
tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk mencegah ataupun
menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan
kehamilan dan perencanaan keluarga.
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar
mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi sel telur perempuan
(fertilisasi), atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi dan
berkembang di dalam rahim. Kontrasepsi dapat bersifat reversible dan irreversible/
permanen. Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat
dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam pengembalian kesuburan atau kemampuan
untuk kembali memiliki anak. Metode kontrasepsi permanen atau yang disebut
sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan
karena melibatkan tindakan operasi.
Metode ontrasepsi dapat juga digolongkan
berdasarkan cara kerjanya yaitu metode barrier
(penghalang), contohnya kondom yang menghalangi sperma; metode hormonal
seperti konsumsi pil; dan metode kontrasepsi alami yang tidak menggunakan alat
bantu maupun hormonal, namun berdasarkan fisiologis seorang perempuan dengan
tujuan untuk mencegah fertilisasi.
Faktor yang memengaruhi pemilihan
kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan, frekuensi pemakaian, efek samping,
serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan kontrasepsi secara teratur dan
benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga didasarkan atas biaya
serta peran dari agama, kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut, faktor
lain adalah frekuensi melakukan hubungan seksual.
B. Definisi Keluarga Berencana
Beberapa definisi keluarga berencana
akan diuraikan dibawah ini:
1. Upaya
meningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia
sejahtera (undang-undang No. 10/ 1992).
2. Keluarga
berencana (family planning/ planed
parenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi.
3. Menurut
WHO (expert commite, 1970), tindakan
yang membantu individu/ pasutri untuk mendapatkan objek-objek tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval di antara
kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
C. Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan umumnya adalah membentuk keluarga
kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran,
pendewasaan usia perkawinan peningkatan ketahanan, dan kesejahteraan keluarga. Hal
ini sesuai dengan teori pembangunan menurut Alex Inkeles dan David Smith yang
mengatakan bahwa pembangunan bukan sekedar perkara pemasok modal dan teknologi
saja tetapi juga membutuhkan sesuatu yang mampu mengembangkan sarana yang
berorientasi pada masa sekarang dan masa depan, memiliki kesanggupan untuk
merencanakan, dan percaya bahwa manusia dapat mengubah alam, dan bukan sebaliknya.
D.Sasaran
Program Keluarga Berencana
Untuk mencapai penurunan laju pertumbuhan
penduduk menjadi 1,1 persen, Total
Fertiliti Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net
Reproductive Rate (NRR)=1, maka sasaran yang harus dicapai pada tahun 2014
adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatnya Contraceptive Prevalece Ratio (CPR); cara modern dari 57,4% (SDKI,
2007) menjadi 65%.
2.
Menurunnya
kebutuhan ber-KB tidak terlayani (unmet
need) dari 9,1% (SDKI, 2007) menjadi sekitar 5% dari jumlah pasangan usia
subur.
3.
Meningkatnya
usia kawin pertama perempuan dari 19,8 tahun (SDKI, 2007) menjadi sekitar 21
tahun.
4.
Menurunnya
ASFR 15-19 tahun dari 35 (SDKI, 2007) menjadi 30 per seribu perempuan.
5.
Menurunnya
kehamilan yang tidak diinginkan dari 19,7% (SDKI, 2007) menjadi sekitar 15%.
6.
Meningkatnya peserta KB Baru Pria dari 3,6%
menjadi sekitar 5%.
7.
Meningkatnya
kesetaraan ber-KB PUS pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 anggota kelompok
usaha ekonomi produktif dari 80% menjadi 82% dan pembinaan keluarga menjadi
sekitar 70%
8.
Meningkatnya
partisipasi keluarga yang mempunyai anak dan remaja dalam kegiatan pengasuhan dan
pembinaan tumbuh kembang anak melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita
(BKB) dari 3,2 juta menjadi 5,5 juta keluarga balita dan Bina Keluarga Anak dan
Remaja (BKR) dari 1,5 juta menjadi 2,7 juta keluarga remaja.
9.
Menurunnya
disparitas TFR, CPR, dan unmeet need antar
wilayah dan antar sosial ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi).
10.
Meningkatkan
keserasian kebijakan pengendalian penduduk dengan pembangunan lainnya.
11.
Terbentuknya
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah di 435 kabupaten dan kota.
12.
Meningkatnya
jumlah klinik KB yang memberikan pelayanan KB sesuai SOP dari 20% menjadi 85%.
E.
Ruang
Lingkup Program Keluarga Berencana
Ruang
lingkup program KB mencakup sebagai berikut.
1. Ibu
Dengan jalan
mengatur jumlah penduduk dan jarak kelahiran. Adapun manfaat yang diperoleh
oleh ibu adalah sebagai berikut.
a. Tercegahnya
kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang terlalu pendek, sehingga
kesehatan ibu dapat terpelihara terutama kesehatan organ reproduksinya.
b. Meningkatkan
kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup
untuk mengasuh anak-anak dan beristirahat yang cukup karena kehadiran akan anak
tersebut memang diinginkan.
2. Suami
Dengan
memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan hal berikut.
a. Memperbaiki
kesehatan fisik.
b. Mengurangi
beban ekonomi keluarga yang ditanggungnya.
3. Seluruh
keluarga
Dilaksanakannya
program KB dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap
anggota keluarga; dan bagi anak dapat memperoleh kesempatan yang lebih besar
dalam hal pendidikan serta kasih sayang orang tuanya.
Ruang lingkup
KB secara umum adalah sebagai berikut.
1. Keluarga
berencana
2. Kesehatan
reproduksi remaja
3. Ketahanan
dan pemberdayaan keluarga
4. Penguatan
pelembagaan keluarga kecil berkualitas
5. Keserasian
kebijakan kependudukan
6. Pengelolaan
SDM aparatur
7. Penyelenggaraan
pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan
8. Peningkatan
pengawasan dan akuntabilitas aparatur Negara
F. Strategi, Pendekatan, dan Cara
Operasional Program Pelayanan Keluarga Berencana
Dalam hal pelayanan kontrasepsi diambil
kebijaksanaan sebagai berikut.
1. Perluasan
jangkauan pelayanan kontrasepsi dengan cara menyediakan sarana yang bermutu dalam jumlah yang
mencukupi dan merata.
2. Pembinaan
mutu pelayanan kontrasepsi dan pengayoman medis.
3. Pelembagaan
pelayanan kontrasepsi mandiri oleh masyarakat dan pelembagaan keluarga kecil
sejahtera.
Dalam
hal strategi pelayanan kontrasepsi dibantu pokok-pokok sebagai berikut.
1. Menggunakan
pola pelayanan kontrasepsi rasional sebagai pola pelayanan kontrasepsi kepada
masyarakat, berdasarkan kurun reproduksi sehat.
2. Pada
usia dibawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilan dengan menggunakan pil KB,
AKDR, kontrasepsi suntik, susuk, kondom, atau intravagina. Pada usia 20-30
tahun dianjurkan untuk menjarangkan kehamilan. Cara kontrasepsi yang dianjurkan
adalah AKDR, implant, kontrasepsi suntik, pil mini, pil KB, kondom, atau
intravagina. Sesudah usia 30 tahun atau pada fase mengakhiri kesuburan,
dianjurkan memakai kontrasepsi mantap, AKDR, implant, kontrasepsi suntik, pil
KB, kondom, atau intravagina.
3. Menyediakan
sarana dan alat kontrasepsi yang bermutu dalam jumlah yang cukup dan merata.
4. Meningkatkan
mutu pelayanan kontrasepsi.
5. Menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kontrasepsi maupun dalam
mengelola pelayanan kontrasepsi.
Untuk mencapai sukses
yang diharapkan, maka ditempuh strategi tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Perluasan
jangkauan
Semua jajaran
pembangunan diajak berperan serta untuk ikut menangani program KB dan mengajak
semua PUS yang potensial untuk menjadi akseptor KB. Istri pegawai negeri, ABRI,
dan pemimpin masyarakat diajak menjadi pelopor yang dapat diandalkan agar
masyarakat mengikuti dengan senang hati dan penuh kebanggaan.
2. Pembinaan
Organisasi yang
sudah mulai ikut serta menangani program diajak berperan serta mendalami lebih
terperinci tentang apa yang terjadi, dan diberikan kepercayaan untuk ikut
menangani program KB dalam lingkungannya sendiri, menjadi petugas sukarela, dan
mulai dikenalkan mengenai program-program pos KB, posyandu, pembinaan
anak-anak, dan sebagainya.
3. Pelembagaan
dan pembudayaan
Tahap awal KB
Mandiri yaitu masyarakat akan mencapai suatu tingkat kesadaran di mana
melaksanakan KB bukan hanya karena ajakan melainkan atas kesadaran dan
keyakinan sendiri.
Strategi
ini dilengkapi dengan pendekatan “Panca Karya” yang mempertajam sasaran dan
memperjelas target, yaitu pasangan usia muda dengan paritas rendah, PUS dengan
jumlah anak yang cukup, dan generasi muda. Dengan penajaman pendekatan yang
bersifat kemasyarakatan dan wilayah tersebut, maka program KB tidak lagi
menunggu sasarannya, tetapi lebih bersikap aktif.
G. Dampak Program Keluarga Berencana
terhadap Pencegahan Kelahiran
Program KB bertujuan untuk memenuhi
permintaan pelayanan KB dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi
yang berkualitas, serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas. Sasaran
utama kinerja program KB adalah sebagai berikut:
1.
Menurunnnya pasangan usia subur yang ingin
melaksanakan KB namun pelayanan KB tidak terlayani (unmet need) menjadi sekitar 5%.
2.
Meningkatnya partisipasi laki-laki dalam
melaksanakan KB menjadi sekitar 8%.
3.
Menurunnya angka kelahiran total (TFR)
menjadi 2,1% per perempuan.
Hal ini memungkinkan perempuan untuk
menghindari kehamilan ketika mereka tidak ingin hamil, merencanakan kehamilan
ketika mereka melakukan dan mendorong kesehatan mereka sendiri; sehingga dalam
prosesnya akan menghasilkan kesehatan yang signifikan, serta manfaat ekonomi
dan sosial bagi individu perempuan itu sendiri, keluarga, komunitas, dan
keseluruhan masyarakat.
H. Peran Bidan dalam Program Keluarga
Berencana
Bidan sebagai mitra
perempuan berwenang memberi asuhan kebidanan kepada perempuan sejak pra natal
hingga menopause. Asuhan kebidanan yang diberikan meliputi: kesehatan
reproduksi remaja, pra nikah, antenatal, intranatal (bbl), postnatal, masa
interval (kb), dan lansia. Dalam memberikan asuhan kebidanan, kewenangan
tersebut telah diatur dalam Permenkes 1464 tahun 2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan, diantaranya:
1.
Pasal 9: bidan dalam menjalankan
praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan kesehatan
ibu; pelayanan kesehatan anak; pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
2.
Pasal 10 ayat 1: Pelayanan kes ibu sebagaimana dimaksud pasal 9 huruf a
diberikan pada: masa pra hamil; kehamilan; masa persalinan; masa nifas; masa
menyusui; dan masa antara dua kehamilan.
3.
Pasal 10 ayat 2: pelayanan kesehatan
ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: pelayanan konseling pada masa
pra hamil; pelayanan antenatal pada kehamilan normal; pelayanan persalinan
normal; pelayanan ibu nifas normal; pelayanan ibu menyusui; dan pelayanan konseling pada masa antara dua
kehamilan.
4.
Pasal 12: bidan dalam memberin
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berecana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf c berwenang untuk: memberikan penyuluhan dan
konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana dan memberikan
alat kontrasepsi oral dan kondom.
5.
Pasal 13: Bidan yang menjalankan
program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan: memberikan alat kontrasepsi suntikan, AKDR
& AKBK; asuhan ANC terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu dilakukan dibawah
supervisi dokter; penanganan bayi & balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan; melakukan pembinaan PSM dibidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolan dan remaja, dan penyehatan lingkungan; pemantuan tumbuh kembang bayi,
anak balita, anak pra sekolah & anak sekolah; melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas; melaksanakan deteksi dini, merujuk & memberikan penyuluhan terhadap IMS termasuk
pemberian kondom & peny lainnya; pencegahan penyalahgunaan NAPZA
melalui informasi & edukasi; pelayanan kesehatan lain yang merupakan
program pemerintah; Pelayanan AKBK,
Asuhan ANC terintegrasi, Penanganan bayi & balita sakit, melaksanakan
deteksi dini dan merujuk & memberikan penyuluhan terhadap IMS & peny
lainnya serta Pencegahan penyalahgunaan NAPZA hanya dilakukan oleh bidan yang
dilatih untuk itu.
Berdasarkan
laporan pelayanan kontrasepsi tahun 2012 tentang pelayanan kontrasepsi menurut
tempat pelayanan KB:
1.
Laporan klinik KB pemerintah, laporan
yang masuk sebanyak 19.808 klinik KB atau 94,38% dari 20.988 klinik KB yang
ada.
2.
Laporan klinik KB swasta, laporan yang
masuk sebanyak 3.928 klinik KB atau 92,12% dari 4.264 klinik yang ada.
3.
Laporan dokter praktik swasta (DPS),
laporan yang masuk sebanyak 6.973 DPS atau 71,25% dari 9.786 DPS yang ada.
4.
Laporan bidan praktik swasta (BPS),
laporan yang masuk sebanyak 36.567 BPS atau 86,37% dari 42.339 BPS yang ada.
Pelayanan
peserta KB baru menurut tempat pelayanan:
1.
Klinik KB pemerintah 67,23%
2.
Klinik KB swasta 7,53%
3.
DPS 1,88%
4.
BPS 23,36%
Pelayanan pencabutan
IUD dan Implan menurut tempat pelayanan:
1.
Klinik KB
a. IUD
83,43%
b. Implan
90,14%
2.
DPS
a. IUD
2,31%
b. Implan
0,96%
3.
BPS
a. IUD
14,26%
b. Implan
8,90%
Kebijakan dan laporan
diatas menunjukkan bidan memiliki peran dalam program keluarga berencana
nasional dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar